Kamis, 26 November 2015

KUR dan Usaha Kecil Menengah

.
            Kata kunci agar mampu bersaing dalam sistem ekonomi terbuka adalah dengan  mempertahankan dan memperbaiki sistem keadaan perekonomian di dalam negeri, terutama di bidang usaha. Indonesia mengategorikan dunia usaha menjadi empat, yaitu mikro, kecil, menengah dan besar. Pemerintah perlu mendorong daya saing dunia usaha menengah dan besar agar mampu ikut bersaing dalam rantai nilai (value chain) perdagangan.

            Bagi dunia usaha mikro tentunya belum mampu untuk ikut dalam rantai nilai global. Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan langkah aksi bagi usaha mikro dan kecil  agar tidak tersingkir dalam persaingan ekonomi domestik, yang nantinya akan bertambahnya pesaing baru dari sesama negara , dan  mendorong agar usaha mikro dan kecil dapat “naikkelas” menjadi menengah dan besar, pada akhirnya diharapkan mampu ikut dalam rantai percaturan globalisasi.

            Berlakunya MEA merupakan peluang besar bagi dunia usaha nasional. Akses pasar menjadi terbuka luas, modal semakin mudah didapat dan kuantitasnya juga semakin besar, alih teknologi juga akan memperkuat pelaku bisnis, dan teknologi informasi yang semakin canggih juga mendorong efisiensi usaha.

            Tentunya tidak semua dunia usaha dapat dengan mudah mendapatkan keuntungan dari sistem ekonomi terbuka. Bahkan hampir 99,9% dunia usaha kita (termasuk dalam kategori  UMKM)  belum dapat ikut dalam percaturan bisnis dunia dikarenakan masih bergelut dengan berbagai permasalahan di dalam negeri. UMKM mempunyai permasalahan beragam  mulai dari rendahnya produktifitas, sulitnya mendapatkan akses pendanaan, kualitas SDM terbatas, perijinan dan hambatanbirokrasi yang berbelit, hingga tertinggalnya dalam kemampuan beradaptasi terhadap perubahan teknologi.

            Permasalahan-permasalahan yang dihadapi UMKM tersebut perlu dicarikan jalan keluarnya,campur tangan pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan, mengingat UMKM  memiliki peran dan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja hampir 93% dari total lapangan kerja, dan menyumbang sekitar 60% pembentukan PDB. Pelaku UMKM menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang, pengrajin, pedagang dan penyedia jasa. Selanjutnya, jumlah UMKM telah tercatat hampir mencapai sekitar 114,1 juta unit usaha, atau sekitar 99% dari total unit usaha yang ada di Indonesia. Produk UMKM bukan hanya dipasarkan di dalam negeri tetapi juga telah mampu diekspor, dengan nilai rata-rata ekspor sekitar 16% dari total nilai ekspor non migas. Dari sisi investasi, peranan UMKM juga tinggi, yaitu sekitar 50% dari nilai total investasi langsung.

            Sejak beberapa tahun terakhir pemerintah telah banyak upaya untuk meningkatkan daya saing UMKM, salah satunya adalah terkait perizinan dan  hambatan birokrasi, Pemerintah telah menetapkan Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) melalui Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2014 Tentang Perizinan Usaha Mikro dan Kecil, sebagai bentuk terobosan kebijakan dalam pengembangan UMK. Dengan adanya IUMK, diharapkan Pelaku UMK dapat memperoleh kepastian dan perlindungan dalam berusaha di lokasi yang telah ditetapkan, pendampingan untuk pengembangan usaha, kemudahan dalam akses pembiayaan kelembagaankeuangan bank dan non-bank, dan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintahpusat, pemerintah daerah dan/atau lembaga lainnya.

            Pada dasarnya, IUMK merupakan simplifikasi izin bagi para pelaku usaha mikro dan kecil dalam bentuk naskah 1 lembar yang dapat ditetapkan oleh Pemda (Camat) hingga tingkat Kelurahan/Desa. Sehingga diharapkan para pelaku usaha mendapatkan kepastian hukum dalam berusaha dengan lebih mudah dan sekaligus dapat melakukan pendataan bagi para pelaku UMK. Sebagai bentuk izin yang tidak membebani masyarakat, IUMK diberikan tanpa ada pungutan biaya/retribusi karena biaya penyelenggaraan izin 1 lembar dibebankan kepada APBN dan/atau APBD.

Berdasarkan data terakhir yang didapat dari Sistem Manajemen IUMK,pelimpahan wewenang kepada Camat/Lurah/Kepala Desa tentang penerbitan IUMK oleh Bupati/Walikota berupa Perbup/Perwakot belum optimal. Dari 515 Kab/Kota baru 96 Kab/Kota atau 19% yang sudah menerbitkan Perbup/Perwakot. Tambahan pula, target 508.500 IUMK tahun 2015dikhawatirkan tidak tercapai. Berdasarkan data terkahir, hanya 575 IUMK yang diproses atau 0,11% dari total target.

            Menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah telah mengambil langkah dan kebijakan, antara lain  IUMK telah ditetapkan sebagai pengganti SIUP bagi Usaha Mikro dan Kecil sesuai Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No 2019/PDN/SE/6/2015 perihal Edaran Mengenai Izin Usaha Bagi UMK di Bidang Perdagangan;  IUMK dapat diterbitkan oleh Satlak PTSP Kecamatan/Kelurahan   BRI segera menerbitkan surat edaran Direksi tentang IUMK  akan menerbitkanaturan berdasarkanPermendagri No 83 tahun 2014 tentang  Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil, yang menjelaskan bahwa penerbitan IUMK pada tahun 2015 lebih difokuskan kepada bidang usaha mikro.

            Untuk meningkatkan daya saing UMKM dan mempertimbangkan capaian pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama tujuh tahun terakhir, Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan       Pembiayaan bagi UMKM, sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015. Selanjutnya, terakhir diturunkan menjadi Permenko No 8/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.

              KUR adalah pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian perikanan industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait, ditujukan untuk usaha yang produktif dan layak/ feasible, namun belum memenuhi persyaratan agunan Bank Pelaksana. Sumber dana KUR 100% dari dana Bank Pelaksana yang dihimpun dari dana Masyarakat, dan Pemerintah hadir untuk memberikan insentif/subsidi bunga. Beberapa fitur KUR mikro sudah dirubah dan salah satunya adalah fitur suku bunga dari yang lama maksimal 22% menjadi 12% efektif per tahun. 

            Pada tahun 2015 program KUR diarahkan sebagai bagian utama dalam mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat dan penyerapan tenaga kerja; meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif; dan meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.

            Dengan alokasi KUR, diharapkan dapat mengungkit peningkatan pemberian kredit kepada UMKM, khususnya di sektor pertanian, perikanan, industri, dan perdagangan yang terkait, serta penempatan TKI di luar negeri. 

                        Tentunya permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait implementasi KUR sejak diluncurkan tujuh tahun lalu perlu terus dibenahi, misalnya: tumpang tindih dengan kredit program lainnya; belum kuatnya koordinasi dengan kementerian teknis baik pada tingkat pusat dan daerah; belum optimalnya pendampingan terhadap debitur.

            Pembenahan terus dilakukan, dan diharapkan implementasi  pada program KUR Tahun 2016  di lapangan terus membaik, antara lain dengan:  terus memperbaiki mekanisme KUR, terutama mengkoordinasi kementerian teknis terkait agar tepat sasaran;  perlu menambah insentif khusus untuk UMKM berorientasi ekspor;   sinergi antara pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM, antara lain dengan 23 Kementerian/Lembaga yang juga memiliki program koperasi dan UMKM.



source: http://www.ekon.go.id

Laporan Hasil Wawancara Wirausahawan Kopi


Narasumber: Chalid Isra



Kedai kopi Polem yang terletak di Jalan T Iskandar Lambhuk, Banda Aceh ini didirikan oleh 3 usahawan muda yang bernama Fahri yang berusia 30 tahun, Ramzi berusia 29 tahun, dan Aulia berusia 27 tahun, dengan modal 150.000.000,- tanpa meminjam dari lembaga apapun, mereka memulai usaha ini pada tanggal 26 september 2015 dengan memperkerjakan 3 orang karyawan. Kedai ini dibuka mulai dari pukul 08.00 pagi sampai dengan 01.00 malam. Dan sejauh ini omzet yang didapatkan dari hasil jualan adalah kurang lebih Rp 800.000,- per harinya, dan Rp 5.000.000,- perminggu. Bubuk kopi yang tersedia di kedai ini didistribusi dari Takengon, dan dalam sehari kurang lebih menghabiskan ½ sampai dengan 1 kg bubuk kopi yang terpakai.