.
Kata
kunci agar mampu bersaing dalam sistem ekonomi terbuka adalah dengan mempertahankan dan memperbaiki sistem keadaan perekonomian di dalam negeri, terutama di bidang usaha. Indonesia mengategorikan dunia usaha menjadi
empat, yaitu mikro, kecil, menengah dan besar. Pemerintah perlu mendorong daya
saing dunia usaha menengah dan besar agar mampu ikut bersaing dalam rantai
nilai (value chain) perdagangan.
Bagi
dunia usaha mikro tentunya belum mampu untuk ikut dalam rantai nilai global.
Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan langkah aksi bagi usaha mikro dan kecil agar tidak tersingkir dalam persaingan ekonomi domestik, yang nantinya akan
bertambahnya pesaing baru dari sesama negara , dan mendorong agar
usaha mikro dan kecil dapat “naikkelas” menjadi menengah dan besar, pada
akhirnya diharapkan mampu ikut dalam rantai percaturan globalisasi.
Berlakunya
MEA merupakan peluang besar bagi dunia usaha nasional. Akses pasar menjadi
terbuka luas, modal semakin mudah didapat dan kuantitasnya juga semakin besar,
alih teknologi juga akan memperkuat pelaku bisnis, dan teknologi informasi yang
semakin canggih juga mendorong efisiensi usaha.
Tentunya
tidak semua dunia usaha dapat dengan mudah mendapatkan keuntungan dari sistem
ekonomi terbuka. Bahkan hampir 99,9% dunia usaha kita (termasuk dalam kategori
UMKM) belum dapat ikut dalam percaturan bisnis dunia dikarenakan masih
bergelut dengan berbagai permasalahan di dalam negeri. UMKM mempunyai
permasalahan beragam mulai dari rendahnya produktifitas, sulitnya
mendapatkan akses pendanaan, kualitas SDM terbatas, perijinan dan
hambatanbirokrasi yang berbelit, hingga tertinggalnya dalam kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan teknologi.
Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi UMKM tersebut perlu dicarikan jalan keluarnya,campur tangan
pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan, mengingat UMKM memiliki peran
dan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia, yaitu dengan
menyediakan lapangan kerja hampir 93% dari total lapangan kerja, dan menyumbang
sekitar 60% pembentukan PDB. Pelaku UMKM menempati bagian terbesar dari seluruh
aktivitas ekonomi rakyat mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang,
pengrajin, pedagang dan penyedia jasa. Selanjutnya, jumlah UMKM telah tercatat
hampir mencapai sekitar 114,1 juta unit usaha, atau sekitar 99% dari total unit
usaha yang ada di Indonesia. Produk UMKM bukan hanya dipasarkan di dalam negeri
tetapi juga telah mampu diekspor, dengan nilai rata-rata ekspor sekitar 16%
dari total nilai ekspor non migas. Dari sisi investasi, peranan UMKM juga
tinggi, yaitu sekitar 50% dari nilai total investasi langsung.
Sejak
beberapa tahun terakhir pemerintah telah banyak upaya untuk meningkatkan daya
saing UMKM, salah satunya adalah terkait perizinan dan hambatan
birokrasi, Pemerintah telah menetapkan Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK)
melalui Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2014 Tentang Perizinan Usaha Mikro dan
Kecil, sebagai bentuk terobosan kebijakan dalam pengembangan UMK. Dengan adanya
IUMK, diharapkan Pelaku UMK dapat memperoleh kepastian dan perlindungan dalam
berusaha di lokasi yang telah ditetapkan, pendampingan untuk pengembangan
usaha, kemudahan dalam akses pembiayaan kelembagaankeuangan bank dan non-bank,
dan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintahpusat, pemerintah daerah
dan/atau lembaga lainnya.
Pada
dasarnya, IUMK merupakan simplifikasi izin bagi para pelaku usaha mikro dan
kecil dalam bentuk naskah 1 lembar yang dapat ditetapkan oleh Pemda (Camat)
hingga tingkat Kelurahan/Desa. Sehingga diharapkan para pelaku usaha
mendapatkan kepastian hukum dalam berusaha dengan lebih mudah dan sekaligus
dapat melakukan pendataan bagi para pelaku UMK. Sebagai bentuk izin yang tidak
membebani masyarakat, IUMK diberikan tanpa ada pungutan biaya/retribusi karena
biaya penyelenggaraan izin 1 lembar dibebankan kepada APBN dan/atau APBD.
Berdasarkan data terakhir yang didapat
dari Sistem Manajemen IUMK,pelimpahan wewenang kepada Camat/Lurah/Kepala Desa
tentang penerbitan IUMK oleh Bupati/Walikota berupa Perbup/Perwakot belum
optimal. Dari 515 Kab/Kota baru 96 Kab/Kota atau 19% yang sudah menerbitkan
Perbup/Perwakot. Tambahan pula, target 508.500 IUMK tahun 2015dikhawatirkan
tidak tercapai. Berdasarkan data terkahir, hanya 575 IUMK yang diproses atau
0,11% dari total target.
Menghadapi
permasalahan tersebut, pemerintah telah mengambil langkah dan kebijakan, antara
lain IUMK telah ditetapkan sebagai pengganti SIUP bagi Usaha Mikro dan
Kecil sesuai Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No 2019/PDN/SE/6/2015
perihal Edaran Mengenai Izin Usaha Bagi UMK di Bidang Perdagangan; IUMK
dapat diterbitkan oleh Satlak PTSP Kecamatan/Kelurahan BRI segera
menerbitkan surat edaran Direksi tentang IUMK akan menerbitkanaturan
berdasarkanPermendagri No 83 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Izin
Usaha Mikro dan Kecil, yang menjelaskan bahwa penerbitan IUMK pada tahun 2015
lebih difokuskan kepada bidang usaha mikro.
Untuk
meningkatkan daya saing UMKM dan mempertimbangkan capaian pelaksanaan Kredit
Usaha Rakyat (KUR) selama tujuh tahun terakhir, Presiden telah menetapkan
Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM, sebagaimana diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015. Selanjutnya, terakhir
diturunkan menjadi Permenko No 8/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
KUR adalah pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian perikanan industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait, ditujukan untuk usaha yang produktif dan layak/ feasible, namun belum memenuhi persyaratan agunan Bank Pelaksana. Sumber dana KUR 100% dari dana Bank Pelaksana yang dihimpun dari dana Masyarakat, dan Pemerintah hadir untuk memberikan insentif/subsidi bunga. Beberapa fitur KUR mikro sudah dirubah dan salah satunya adalah fitur suku bunga dari yang lama maksimal 22% menjadi 12% efektif per tahun.
KUR adalah pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian perikanan industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait, ditujukan untuk usaha yang produktif dan layak/ feasible, namun belum memenuhi persyaratan agunan Bank Pelaksana. Sumber dana KUR 100% dari dana Bank Pelaksana yang dihimpun dari dana Masyarakat, dan Pemerintah hadir untuk memberikan insentif/subsidi bunga. Beberapa fitur KUR mikro sudah dirubah dan salah satunya adalah fitur suku bunga dari yang lama maksimal 22% menjadi 12% efektif per tahun.
Pada
tahun 2015 program KUR diarahkan sebagai bagian utama dalam mendorong kenaikan
pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat dan penyerapan tenaga kerja;
meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif; dan
meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.
Dengan
alokasi KUR, diharapkan dapat mengungkit peningkatan
pemberian kredit kepada UMKM, khususnya di sektor pertanian, perikanan,
industri, dan perdagangan yang terkait, serta penempatan TKI di luar
negeri.
Tentunya
permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait implementasi KUR sejak
diluncurkan tujuh tahun lalu perlu terus dibenahi, misalnya: tumpang tindih
dengan kredit program lainnya; belum kuatnya koordinasi dengan kementerian
teknis baik pada tingkat pusat dan daerah; belum optimalnya pendampingan
terhadap debitur.
Pembenahan
terus dilakukan, dan diharapkan implementasi pada program KUR Tahun 2016 di lapangan terus membaik, antara lain
dengan: terus memperbaiki mekanisme KUR, terutama mengkoordinasi
kementerian teknis terkait agar tepat sasaran; perlu menambah insentif
khusus untuk UMKM berorientasi ekspor; sinergi antara pemangku
kepentingan dalam rangka meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM, antara lain
dengan 23 Kementerian/Lembaga yang juga memiliki program koperasi dan UMKM.
source: http://www.ekon.go.id