Kamis, 22 Oktober 2015

Dampak Kemiskinan pada Perempuan dan Anak-anak

Kondisi yang sulit khususnya bagi yang tidak memiliki kemampuan untuk berkembang dikarenakan tidak adanya dukungan keahlian.Namun, kondisi ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa namun juga terjadi pada anak-anak dibawah umur, yang belum layak untuk diperkerjakan. Kondisi ini dialami oleh sebagian besar anak-anak Indonesia dikarenakan kemiskinan yang melanda orang tua mereka yang kemudian berpengaruh  pada kehidupan mereka, dan hak-hak mereka menjadi terampas. Mereka yang seharusnya mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak serta masa kecil yang bahagia, terpaksa harus berkorban demi satu alasan, yaitu ekonomi. Jika melihat lebih jauh fenomena kemiskinan di depan mata, kita dapat melihat bahwa semakin banyak anak usia sekolah atau bahkan pada tingkatan usia balita yang sudah harus berjuang hidup di jalanan sebagai dampak dari kemiskinan akhir-akhir ini. Juga hampir bisa dipastikan, masa depan mereka akan terenggut karenanya.
            Kemiskinan akan terus berlanjut ketika anak-anak itu beranjak dewasa, dan terjebak dalam mata rantai kemiskinan, sehingga mereka tidak mampu memberikan yang terbaik bagi keturunan mereka, dan menyebabkan anak-anak mereka bernasib sama dengan mereka. Kemiskinan  di Indonesia berdampak pada perubahan kehidupan anak. Peran anak dalam keluarga miskin bukan hanya menjaga nama baik keluarga, tetapi mereka juga ikut mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga miskin tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan pada diri pekerja anak usia dini ini berupa terhambatnya perkembangan fisik, mental dan terutama pada tingkat berfikir mereka, karena pada kenyataan yang dapat kita lihat pada masyarakat sekitar kita, sebagian anak yang bekerja terpaksa putus sekolah.
            Sudah bukan hal baru lagi jika kita melihat di jalan-jalan kota-kota besar anak-anak usia sekolah atau bahkan pra-sekolah yang masih tergolong anak usia dini bekerja demi bertahan hidup. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang putus sekolah. Faktor utama yang menyebabkan fenomena pada pekerja anak usia dini ini adalah ekonomi. “Berdasarkan Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Anak tahun 1989, ada sejumlah hak anak yang seharusnya bisa dijamin dan dipenuhi oleh Negara, yakni setiap anak memiliki hak untuk dilahirkan, untuk memiliki nama dan kewarganegaraan, untuk memiliki keluarga yang menyayangi dan mengasihi, untuk hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat untuk mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat dan aktif, untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai, untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi, kekerasan dan dari bahaya. Mereka juga berhak untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerintah dan hak untuk bisa mengekpresikan pendapat sendiri,”(Abidin,2008).
            Realitas kemiskinan yang terjadi pada anak ini tidak pernah terlepas dari namanya perempuan, karena perempuan adalah ibu dari seorang anak, dan tanpa kontribusi ayah dalam keluarga  maka  ibu lah yang selalu berusaha melindungi dan menafkahi anaknya dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, baik keterbatasan ilmu, skill dalam bekerja, dan keterbatasan fisik,oleh karena itu perempuan dalam kemiskinan sangatlah rentan terhadap perlakuan diskriminasi. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin (gender based violence) yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum ataupun dalam kehidupan pribadi. Hal ini terjadi karena perempuan secara psikologis dan sosiologis berada pada sisi marjinal yang membuatnya menjadi rawan untuk menjadi bulan-bulanan tindak kekerasan dari kaum yang lebih memiliki kekuasaan dan kendali.
Dampak besar kemiskinan yang saat ini dialami oleh kaum perempuan adalah:
1.   Menjadi korban atas Kekerasan Suami terhadap Istri (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
            Kaum perempuan (istri) yang tidak memiliki penghasilan sendiri, memiliki ketergantungan nafkah kepada suami yang mengakibatkan mereka sering dikucilkan oleh suami dan berakibat pada kekerasan. Alih-alih jika istri menganut budaya konsumtif yang berdampak pada hedonisme tanpa memikirkan persoalan materi/ekonomi.
2.   Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking).
            Fenomena trafficking berkaitan dengan adanya perempuan yang diperdagangkan dan menjadi korban diperjualbelikan sebagai pekerja seks komersial, pembantu rumah tangga, pengemis, pengedar narkoba, dan bentuk lain dari ekploitasi kerja. Faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah persoalan ekonomi dan kemiskinan. Akibat semakin mahalnya kebutuhan hidup sehari-hari maka perempuan banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Selain itu ada juga beberapa faktor yang menyebabkan perempuan menjadi korban :
1.      Keinginan untuk secara cepat mendapatkan uang atau kerja yang mudah dan tidak terlalu berat.
2.      Keinginan mengikuti perkembangan modern serta gaya hidup yang konsumtif.

            Jadi dapat disimpulkan bahwa di negara kita Indonesia ini  kemiskinan adalah kondisi yang sangat kritis jika digolongkan dalam tingkat keparahan penyakit, karena orang yang menderita penyakit ini akan sangat memungkinkan kehilangan hak asasi dan bahkan hak untuk kelangsungan hidup mereka. Akibat dari pembangunan, pendidikan, dan perbaikan perekonomian yang tidak merata, dan juga akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang selalu tumpang tindih, yang mengakibatkan penyakit kehidupan yang diderita oleh  masyarakat yang menengah kebawah semakin melarat tanpa pertolongan yang berlangsung secara berkelanjutan, dan akhirnya menjadi korban dari semua ini.


 source
http://www.batukarinfo.com/komunitas/blogs/kemiskinan-bagi-kaum-perempuan
https://kanvasinspirasiq.wordpress.com/2011/05/03/dampak-kemiskinan-terhadap-kehidupan-anak-anak-di-indonesia/

Kamis, 01 Oktober 2015

Warga Miskin di Aceh Bertambah


            Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang atau sekumpulan orang dalam keadaan selalu kekurangan dalam hal ekonomi, yang berarti defisit atau pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kemiskinan bukanlah seuatu hal yang diharapkan karena dampak  dari kemiskinan ini tidak hanya berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat dimana setiap atau sekelompok individu tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka sehingga taraf hidup masyarakat rendah dan  tidak sejahtera. Akan tetapi kemiskinan ini juga dapat menghambat dan memperburuk perekonomian negara akibat dari  perekonomian yang tidak stabil, tidak merata dan mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi.
            Berdasarkan data dari kepala BPS Aceh, Hermanto Ssi MM yang dikonfirmasi lebih lanjut oleh Serambi ,Selasa(15/9) menjelaskan, penduduk miskin di provinsi Aceh pada maret 2015 mencapai 851.000 orang atau 17,08 persen. Sedangkan september 2014 jumlahnya 837.000 orang, atau 16,98 persen. Artinya tingkat kemiskinan meningkat sebanyak 14.000  orang   pada tahun 2015. Menurut bapak Hermanto Ssi MM penghitungan jumlah penduduk miskin mengacu pada kategori yang ditetapkan pemerintah yanitu yang memiliki rata-rata pengeluaran dibawah garis kemiskinan.
            Berdasarkan data dan penjelasan di atas, mari kita analisis apa penyebab dari meningkatnya jumlah kemiskinan di Aceh yang sebenarnya pemerintah Aceh telah menargetkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh 2 persen pertahun sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dalam periode 2012 -  2017. Menurut ketua BPS Aceh ini, “Peningkatan garis kemiskinan ini dipengaruhi oleh pergerakan haraga-harga tingkat konsumen atau inflasi di daerah”


            Berdasarkan grafik tingkat inflasi Aceh Selama 3 tahun berjalan. Tingkat inflasi yang paling tinggi ada pada tahun 2014 bulan februari dan pada bulan desember, dan pada tahun 2015  tingkat inflasi yang terjadi  sebanyak 2 kali, namun ini dibawah tingkat inflasi pada tahun 2014. sedangkan berdasarkan data dari BPS tingkat kemiskinan pada tahun 2014 lebih rendah dari tahun 2015, sepertinya tingkat inflasi di daerah Aceh bukanlah penyebab utama  dari  meningkatnya jumlah kemiskinan.
            Selanjutnya penjelasan lain penyebab meningkatnya tingkat kemiskinan yang dijelaskan oleh kepala BPS Aceh kita adalah “faktor utama belum tercapainya upaya pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh yaitu perlambatan ekonomi di Aceh di mana hampir keseluruhannya didorong oleh APBA dan APBN”. Menurut penjelasan beberapa pegawai negeri di Aceh.  APBA tidak pernah cair pada awal tahun, sehingga gaji-gaji para pegawai honor di kantoran sering tertunda hingga berbulan-bulan, disamping itu akibat dari  terlambatnya pencairan anggaran ini menghambat berbagai program pemerintah yang bertujuan memperbaiki perekonomian Aceh, Alhasil penggunaan anggaran tidak berjalan efektif dan efisien, berbagai perencanaan pembangunan infrastruktur dan noninfrastruktur pun terhambat dan banyak program-program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi dan membantu rakyat miskin tidak berjalan lancar, dikarenakan anggaran baru cair di pertengahan tahun, sedangkan berdasarkan grafik inflasi di atas, di tahun 2015 inflasi terjadi di awal tahun, yang dimana pada saat  yang bersamaan APBA Aceh belum cair dan mengakibatkan banyaknya pengangguran, sehingga masyarakat menengah kebawah tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka.
            Penjelasan selanjutnya menurut bapak kepala BPS kita adalah “ Komoditas yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras dan rokok. Sumbangan pengeluaran beras dan rokok lebih besar terhadap garis kemiskinan pada komponen makanan” dan berikut data yang dipaparkan .Pada tahun 2015 sumbangan makanan seperti beras disalurkan sebesar 32,35 persen di perkotaan, dan 39,89 persen di pedesaan. Sumbangan pengeluaran rokok, persentasenya lebih besar di pedesaan yaitu sebesar 8,61 persen sedangkan di perkotaan 11,38 persen. Menurut saya sebaiknya sumbangan konsumsi rokok ini disubtitusi dengan komoditas pangan lainnya, seperti gula ataupun minyak makan, karena tingkat manfaat yang diberikan oleh rokok ini sangatlah kecil daripada resiko penyakit yang ditimbulkan, sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan yang lebih banyak untuk kesehatan, dan akhirnya perekonomian masyarakat sulit berkembang, karena setiap konsumsi rokok menimbulkan biaya kesehatan yang lebih banyak.
            Namun kabar baiknya adalah untuk indeks kedalaman kemiskinan dan keparahantingkat kemiskinan, bapak Hermanto mengatakan, indeks kedalaman kemiskinan bergeser dari 3,139 di tahun 2014 menjadi 3,104 pada  tahun 2015. Perubahan di bidang  ini menunjukkan bahwa pemerintah berhasil menurunkan tingkat kedalaman kemiskinan di daerah Aceh.


Sumber:
http://aceh.tribunnews.com/