Kondisi yang sulit khususnya bagi yang tidak memiliki
kemampuan untuk berkembang dikarenakan tidak adanya dukungan keahlian.Namun,
kondisi ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa namun juga terjadi pada
anak-anak dibawah umur, yang belum layak untuk diperkerjakan. Kondisi ini
dialami oleh sebagian besar anak-anak Indonesia dikarenakan kemiskinan yang
melanda orang tua mereka yang kemudian berpengaruh pada kehidupan mereka, dan hak-hak mereka
menjadi terampas. Mereka yang seharusnya mendapatkan pendidikan dan kehidupan
yang layak serta masa kecil yang bahagia, terpaksa harus berkorban demi satu
alasan, yaitu ekonomi. Jika melihat lebih jauh fenomena kemiskinan di depan
mata, kita dapat melihat bahwa semakin banyak anak usia sekolah atau bahkan
pada tingkatan usia balita yang sudah harus berjuang hidup di jalanan sebagai
dampak dari kemiskinan akhir-akhir ini. Juga hampir bisa dipastikan, masa depan
mereka akan terenggut karenanya.
Kemiskinan
akan terus berlanjut ketika anak-anak itu beranjak dewasa, dan terjebak dalam
mata rantai kemiskinan, sehingga mereka tidak mampu memberikan yang terbaik
bagi keturunan mereka, dan menyebabkan anak-anak mereka bernasib sama dengan
mereka. Kemiskinan di Indonesia berdampak pada perubahan kehidupan anak.
Peran anak dalam keluarga miskin bukan hanya menjaga nama baik keluarga, tetapi
mereka juga ikut mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga miskin
tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan pada diri pekerja anak usia dini ini
berupa terhambatnya perkembangan fisik, mental dan terutama pada tingkat
berfikir mereka, karena pada kenyataan yang dapat kita lihat pada masyarakat
sekitar kita, sebagian anak yang bekerja terpaksa putus sekolah.
Sudah
bukan hal baru lagi jika kita melihat di jalan-jalan kota-kota besar anak-anak
usia sekolah atau bahkan pra-sekolah yang masih tergolong anak usia dini
bekerja demi bertahan hidup. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang putus
sekolah. Faktor utama yang menyebabkan fenomena pada pekerja anak usia dini ini
adalah ekonomi. “Berdasarkan Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Anak tahun 1989, ada
sejumlah hak anak yang seharusnya bisa dijamin dan dipenuhi oleh Negara, yakni
setiap anak memiliki hak untuk dilahirkan, untuk memiliki nama dan
kewarganegaraan, untuk memiliki keluarga yang menyayangi dan mengasihi, untuk
hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat untuk
mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat dan aktif, untuk
mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya untuk diberikan
kesempatan bermain waktu santai, untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi,
kekerasan dan dari bahaya. Mereka juga berhak untuk dipertahankan dan diberikan
bantuan oleh pemerintah dan hak untuk bisa mengekpresikan pendapat
sendiri,”(Abidin,2008).
Realitas
kemiskinan yang terjadi pada anak ini tidak pernah terlepas dari namanya
perempuan, karena perempuan adalah ibu dari seorang anak, dan tanpa kontribusi
ayah dalam keluarga maka ibu lah yang selalu berusaha melindungi dan
menafkahi anaknya dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, baik
keterbatasan ilmu, skill dalam bekerja, dan keterbatasan fisik,oleh karena itu
perempuan dalam kemiskinan sangatlah rentan terhadap perlakuan diskriminasi. Kekerasan terhadap perempuan adalah
setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin (gender based violence) yang
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau
psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum ataupun
dalam kehidupan pribadi. Hal ini terjadi karena perempuan secara psikologis dan
sosiologis berada pada sisi marjinal yang membuatnya menjadi rawan untuk
menjadi bulan-bulanan tindak kekerasan dari kaum yang lebih memiliki kekuasaan
dan kendali.
Dampak besar kemiskinan yang saat ini dialami oleh
kaum perempuan adalah:
1. Menjadi
korban atas Kekerasan Suami terhadap Istri (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
Kaum
perempuan (istri) yang tidak memiliki penghasilan sendiri, memiliki
ketergantungan nafkah kepada suami yang mengakibatkan mereka sering dikucilkan
oleh suami dan berakibat pada kekerasan. Alih-alih jika istri menganut budaya
konsumtif yang berdampak pada hedonisme tanpa memikirkan persoalan
materi/ekonomi.
2. Korban
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking).
Fenomena
trafficking berkaitan dengan adanya perempuan yang diperdagangkan dan menjadi
korban diperjualbelikan sebagai pekerja seks komersial, pembantu rumah tangga,
pengemis, pengedar narkoba, dan bentuk lain dari ekploitasi kerja. Faktor utama
penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah persoalan ekonomi dan kemiskinan. Akibat semakin mahalnya
kebutuhan hidup sehari-hari maka perempuan banyak menjadi korban tindak pidana
perdagangan orang. Selain itu ada juga beberapa faktor yang menyebabkan
perempuan menjadi korban :
1. Keinginan untuk secara cepat
mendapatkan uang atau kerja yang mudah dan tidak terlalu berat.
2. Keinginan mengikuti perkembangan
modern serta gaya hidup yang konsumtif.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa di negara kita Indonesia ini kemiskinan adalah kondisi yang sangat kritis
jika digolongkan dalam tingkat keparahan penyakit, karena orang yang menderita
penyakit ini akan sangat memungkinkan kehilangan hak asasi dan bahkan hak untuk
kelangsungan hidup mereka. Akibat dari pembangunan, pendidikan, dan perbaikan
perekonomian yang tidak merata, dan juga akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah
yang selalu tumpang tindih, yang mengakibatkan penyakit kehidupan yang diderita
oleh masyarakat yang menengah kebawah
semakin melarat tanpa pertolongan yang berlangsung secara berkelanjutan, dan
akhirnya menjadi korban dari semua ini.
source
http://www.batukarinfo.com/komunitas/blogs/kemiskinan-bagi-kaum-perempuan
https://kanvasinspirasiq.wordpress.com/2011/05/03/dampak-kemiskinan-terhadap-kehidupan-anak-anak-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar